oleh: Rosita Wulandari
Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya banyak hal yang
selalu bisa menjadi alasan untuk diperdebatkan. Salah satunya adalah tentang
peran perempuan. Secara kodrati, perempuan memang identik dengan perannya yang
berada di balik layar atau di bawah peran para lelaki. Namun perlu kita pahami
bahwa seks; yang secara kodrati dimiliki tiap manusia dan bersifat mutlak,
berbeda dengan gender yang merupakan bentuk konstruksi sosial dari masyarakat
sekitar. Gender dipersoalkan
karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan
fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.
Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan
pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil
pembangunan laki-laki dan perempuan. Budaya yang mengakar di Indonesia kalau perempuan hanya melakukan
sesuatu yang berkutik di dalam
rumah membuat ini menjadi kebiasaan yang turun temurun dan sulit di hilangkan. Karena itulah muncul ideologi feminisme yang bertujuan untuk
menyetarakan status laki-laki dan perempuan.
Perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam
segala hal. Salah satunya dalam hal perubahan sosial. Di era globalisasi ini,
saya rasa sudah tidak jamannya lagi menimbang kemampuan seseorang berdasarkan
seks. Belum tentu para lelaki bisa lebih baik dari para wanita, begitu juga
sebaliknya. Mereka memiliki porsi hak dan kewajiban yang seharusnya sama.
Perempuan sangat dibutuhkan kontribusinya di ruang publik agar kaumnya tidak
lagi dipandang sebelah mata. Persepsi masyarakat tentang kaum perempuan tidak
akan berubah tanpa adanya suatu gebrakan yang dilakukan oleh kaum perempuan.
Mereka wajib membuktikan kemampuan dan memperlihatkan mereka demi tercapainya
tujuan tersebut.
Lalu bagaimana suatu pergerakan mahasiswa; yang dalam hal
ini adalah PMII, memandang perempuan? Menurut saya, dengan memutuskan untuk
mengikuti PMII dan berkecimpung di
dalamnya, para perempuan telah menempuh langkah positif untuk membuktikan
kemampuan kaumnya. Pergerakan tentunya sarat akan para akademisi yang tidak
kolot dan kritis, bahkan kebanyakan terlalu kritis dalam menanggapi suatu
permasalahan. Bergabungnya perempuan dalam PMII akan memperluas ruang lingkup
mereka untuk bergerak di publik. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan peran
antara laki-laki dan perempuan di dalamnya yang tidak terlalu mencolok bahkan
relatif setara. Bukan hal aneh PMII dipimpin oleh seorang wanita meskipun
sering dalam banyak kegiatan perempuan diberi tugas yang sangat feminin seperti
MC, protokol, hingga konsumsi. Ya, tugas-tugas tersebut memang begitu identik
dengan perempuan. Namun, bagi saya, tetap saja PMII sangat berkontribusi bagi
para kader perempuannya dalam mengepakkan sayap serta memfasilitasi mereka
suatu ruang untuk lebih leluasa terbang di ranah publik. Itulah sebabnya wajib
bagi para kader perempuan PMII untuk memanfaatkan kesempatan emas ini dengan
sebaik-baiknya. Inilah saat yang tepat bagi kita, para perempuan, untuk
meningkatkan peran kita agar setara dengan para lelaki.
Seperti yang telah dijelaskan dalam suatu hadits bahwa
perempuan adalah tiang bangsa. Akan rusak suatu bangsa apabila rusak kaum
perempuan di dalamnya. Tiang penyangga haruslah kokoh. Itulah sebabnya
perempuan tidak boleh berdiam diri di rumah. Kaum perempuan dibutuhkan oleh suatu
bangsa agar tidak roboh pondasi dari bangsa tersebut. Manusia, tak terkecuali
kaum hawa, diciptakan sebagai khalifah di bumi. Hal ini telah dijelaskan secara
gamblang di dalam kitab suci. Namun, perlu diingat bahwa memperjuangkan hak
perempuan tidak sama dengan berasumsi bahwa perempuan harus berada satu jenjang
lebih tinggi di atas kaum lelaki. Bagaimanapun, perempuan memang berada di
bawah lelaki dan itu adalah ketentuan Tuhan. Memperjuangkan feminisme bertujuan
untuk menyingkirkan anggapan-anggapan masyarakat yang selalu megaitkan
perempuan dengan kelemahan, kerapuhan, dan kebodohan. Perjuangan RA Kartini
harus dilanjutkan. Bukankah surga berada di bawah telapak kaki ibu yang
tentunya perempuan? Hal tersebut membuktikan bahwa meskipun ditakdirkan berada
di bawah laki-laki, perempuan tetap saja istimewa. Perempuan haruslah cerdas
dan tangguh karena dari rahimnya lah kelak akan lahir para penerus dan pemimpin
bangsa. Tak mungkin rasanya berharap para penerus bangsa kelak akan cerdas,
tangguh dan berakhlak mulia apabila ibundanya hanya berdiam diri di kamar tanpa
memberikan kontribusi yang berharga di ruang publik. Sekali lagi, perempuan
selalu istimewa. Mari kita manfaatkan keistimewaan tersebut dengan
sebaik-baiknya. Take all chances, finish
all challenges and do our best! Salam Pergerakan!
Biodata penulis: Rosita Wulandari/ Ds. Nglarang RT. 03/IX
Gunungpati Semarang/ PC PMII Kota
Semarang
0 komentar:
Posting Komentar