Pages

Senin, 15 Juni 2015

KOPRI; PELUANG BARU GERAKAN PEREMPUAN

Umikun Mukaromah (KOPRI Wonosobo, Jawa Tengah)
Citra bahwa laki-laki kuat dan rasional semetara perempuan lemah dan emosional merupakan kontruksi budaya. Citra tersebut bukanlah kodrat. Pembeda laki-laki dan perempuan terletak pada biologisnya, itulah yang disebut kodrat.
            Kontruksi budaya di atas seringkali disalahartikan sebagai kodrat sehingga menimbulkan rantai ketidakadilan yang cenderung menindas baik laki-laki dan khususnya perempuan. PMII memiliki komitmen terhadap keadilan gender, dan di wujudkan melalui pelembagaan gerakan perempuan bernama KOPRI.
            Sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuk perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksikan secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara.[1]
A.    Kopri Sebagai Asset Pemberdayaan Perempuan
KOPRI harus memandang potensi kekuatan konstituens yang berlakang pendidikan memadai, merupakan potensi yang dapat dioptimalkan perannya dalam gerakan tranformatif. Watak pergerakan yang mengedepankan idealisme merupakan kekuatan potensi bagi KOPRI untuk menjalankan fungsi social control sebagai salah satu preassure group. Dengan kekuatan nilai Islam insklusif dalam bingkai paradigma Ahlu Sunnah wa al-Jamaah menjadi landasan moril dalam beraktivitas. Maka KOPRI sangat potensial untuk melakukan trasfomasi menjadi gerakan yang mendukung perjuangan menuju masyarakat yang berkesetaraan.
Gerakan-gerakan yang muncul kemudian memang memiliki kekuatan human resources yang kemudian menjadi kiblat bagi gerakan perempuan di Indonesia. Kondisi ini membuat KOPRI menjadi silau dan minder sehingga lebih memilih untuk mengembangkan gerakan perempuan melalui wadah-wadah baru tersebut. Akan tetapi KOPRI memiliki peluang yang bisa dimenej menjadi sebuah kekuatan yang sejajar bahkan di atas gerakan-gerakan perempuan yang baru ada pada saat wacana gender muncul, Untuk membangun citra kader KOPRI, dalam buku Potret Gerakan Perempuan PMII disebutkan, yaitu antara lain:
a) Intelektual-Akademik
Pilihan untuk bergumul dalam dunia intelektual-akademik ini seharusnya memang merupakan sesuatu yang intern dalam diri kader. Hal ini mengingat kader KOPRI merupakan insan akademik dalam posisi sebagai mahasiswa aktif yang lekat dengan atribut intelektual.
b) Gerakan Perempuan dan Advokasi Sosial
Kultur gerakan merupakan bagian dari cara penyampaian aspirasi dan bentuk perjuangan kader. Maraknya gerakan perempuan Indonesia sejak terbukanya keran demokrasi telah manjadi bahasan sendiri dalam agenda global di Indonesia selain isu HAM dan demokratisasi. Gerakan perempuan ini menemukan momentumnya seiring dengan membesarnya laju persoalan pelik yang menimpa kaum perempuan.
Persoalan perempuan yang kemudian menjadi isu tersebut secara garis besar tergambar dari kasus-kasus yang menimpa Tenaga Kerja Wanita yang kian semerawut, kekerasan dalam rumah tangga, jual beli perempuan dan anak atau trafikking, masalah pelacuran yang tak mengundang solusi.
Dari masalah di atas tak ayal aktivis-aktivis perempuan yang getol menempatkan gerakan perempuan sebagai upaya untuk merubahnya. Karena yang menjadi target utama dalam dari gerakan perempuan adalah sentuhan persoalan perempuan kepada penentu kebijakan. Gerakan masa ini dalam sejarahnya dipandang efektif sebagai aplikasi dan fungsi agent of control terhadap kebijakan Negara. Di sinilah kader KOPRI juga turut melibatkan diri.
c) Politisi dan Aktivitas Politik
Menjadi politisi atau menggeluti aktivitas politik bagi kader KOPRI merupakan sesuatu yang prestis. Namun demikian keterlibatan mereka dalam wilayah pertarungan ini masih ditampakkan dengan sikap malu-malu baik ketika mereka masih menjadi mahasiswa atau ketika menyandang gelar alumni.
Berbeda dengan laki-laki, wilayah politik yang mengharuskan pemainnya terlibat dalam “pertarungan” membuat kader perempuan enggan berhadapan dengan resiko. Resiko yang dimaksud adalah spekulasi intrik dan konspirasi didalamnya.
d) Professional
Kader yang menentukan pilihan ini dalam hitungan jari. Pasalnya kader KOPRI yang memilki titik kecenderungan menekuni sebuah profesi secara professional (diangap kurang popuer) dibandingkan dengan garapan lainnya, terutama politik. Hal ini bisa dimaklumi mereka tidak dapat enjoy dan mengaktualisasikan gagasannya mengingat iklim yang tercipta tidak (belum) kondusif.
Penyebab lainnya adalah latar belakang akademis kader KOPRI yang masih berkisar pada Islamic Studies. Komunitas KOPRI tidak mampu mensuplai kebutuhan pasar berupa tenaga kerja yang professional yang mensyaratkan kemampuan teknokratis. Akibatnya posisi dalam birokrasi, sektor swasta tidak diduduki kader-kader KOPRI.
e)  Kelompok Sosial Keagamaan
Inilah pilihan citra diri kader Kopri yang menempati posisi mayoritas. Posisi mereka pada kelompok sosial keagamaan, jika mau jujur sesungguhnya bukanlah pilihan prioritas.
Bermodal basic pendidikan Pesantren yang sarat nilai-nilai agama membuat kader KOPRI banyak mengambil pilihan dalam bidang sosial-keagamaan setelah lulus kuliah. Pilihan ini terlihat dari aktivitas mereka ketika masih terlibat dalam organisasi PMII. Di KOPRI mereka banyak menyeburkan diri dalam aktivitas sosial kemasyarakatan seperti bakti sosial, advokasi anak-anak jalanan, pendidikan alternatif kaum miskin kota dan pengajian keliling. Aktivitas inilah yang nantinya membentuk citra diri kader dalam keberpihakan pada aktifitas sosial-keagamaan.
 Strategi Pemberdayaan Perempuan
a)  Penguatan Institusi
Strategi pembubaran KOPRI merupakan sikap aksionisme (berbuat asal berbuat) sebagai dampak eforia kesetaraan gender. Karena kesadaran kesetaraan gender yang masih ada pada tingkat retorika tetapi tidak aplikatif pada kebijakan. Karena pembubaran organisasi pada dasarnya bentuk ketidakmampuan sebuah kelompok untuk tetap bertahan. Dari aspek historis menunjukkan tidak ada sesuatu yang biasa melahirkan organisasi yang disebut KOPRI.
Akan tetapi meminjam analisa Weber tentang masyarakat, KOPRI bisa menjadi sebuah masyarakat berdasarkan konvensi dari individu-indvidu yang bukan sebuah harga mati. KOPRI bisa menjadi sebuah wadah tempat bernegoisasi dari pada individu-individu yang berada didalamnya, sehingga kesempatan-kesempatan tersebut didasarkan pada practical needs dan strategic needs dari individu-individu yang ada didalamnya
b)  Mempertegas Posisi
Kebutuhan akan penguatan institusi perempuan merupakan jawaban yang amat penting untuk strategi perjuangan kaum perempuan. Karena sebenarnya pemberdayaan kaum perempuan mau tidak mau masih dilakuakn di dua aras. Aras pertama adalah pemberdayaan secara individual, pemberdayaan secara individual inilah yang mengandalkan seleksi alam. Sehingga hasil yang akan diraih oleh seorang perempuan tergantung seberapa besar bakat dan usahanya sebagai penentu nasib. Aras kedua, adalah pemberdayaan institusi yang kondusif untuk perjuangan perempuan dan institusi yang berspektif jender.
c)  Penguatan Ideologi dan Paradigma Gerakan
Penguatan ideologi di sini adalah upaya yang dilakukan untuk menanamkan penggalian/pengkajian/eksplorasi pemikiran yang berkaitan dengan ideolgi yang kita anut yaitu Islam Ahlu Sunnah wa al-Jamaah. Bahwa metodologi berfikir Ahlu Sunnah wa al-Jamaah masih memungkinkan untuk dikembangkan terutama untuk pemikiran KOPRI tentang kesetaraan gender. Tidak hanya itu bahwa secara umum masih dibutuhkan eksplorasi lebih lanjut pengembangan pemikiran yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat secara luas, juga tentang hubungan Negara dan masyarakat.
Bahwa warga KOPRI harus memahami agenda besar KOPRI yang membentuk kader perempuan yang memahami Islam secara insklusif dan pluralis agar nantinya dapat membentuk masyarakat yang demokratis dan berkeadilan gender
d)  Reformasi Produk Hukum, Struktur dan Manajemen Organisasi
Salah satu kelemahan yang menyebabkan KOPRI kurang dapat mempertahankan institusinya secara menyeluruh adalah manajemen organisasi yang lemah. Kurang kontrol atau perhatian dari PB kepada cabang adalah salah satu sebab kader-kader menjadi kurang menaruh kepercayaan kepada KOPRI, namun ini semua tidak lepas dari kemauan dan responsifitas kader, karena pada dasarnya hubungan timbal balik top-down, dan bottom up antara PB dan cabang yang akan sangat menentukan kelangsungan organisasi.
Bahasa sederhana dari uraian tersebut adalah perlunya saling menjaga komunikasi sehingga terjalin komunikasi dua arah. Dengan demikian tidak terjadi miscommunication dan misunderstanding antara struktur yang ada di atas maupun di bawah. Bahwa kesadaran untuk mendapatkan akses informasi dan beraktivitas adalah kunci utama memanaj institusi KOPRI. Konsolidasi yang intensif akan dapat menumbuhkan kepercayaan kader sehingga akan memperkuat institusi secara menyeluruh. Untuk perlu diciptakan design organisasi yang humanis, fungsional dan rigid antara PB dengan cabang.
e)  Penguatan Intelektual
Salah satu agenda besar KOPRI adalah menjadikan kader-kadernya berkualitas, dan ini terkait erat dengan intelektualitas. Penguatan intelektual kader adalah yang mutlak dilakukan dalam upaya memperkuat institusi. Semakin banyak kader yang berkulitas akan semakin menampakkan bergainning KOPRI secara eksternal. Upaya yang dapat dilakukan dalam memperkuat intelektual kader adalah dengan memperkuat sistem kaderisasi, karena sistem kaderisasi yang baik diharapkan dapat menghasilkan kader-kader yang berkualitas dan mempunyai bergainning position baik secara internal maupun eksternal.
f)  Penguatan Jaringan
Salah satu modal untuk terus meningkatkan bergainning position KOPRI secara institusi maupun individu adalah adanya kepercayaan dari luar terhadap KOPRI untuk melakukan kerjasama bersama apapun bentuk dan orientasinya.
Bahwa hal ini menjadi suatu yang urgen mengingat dengan adanya jaringan secara tidak langsung KOPRI telah melakukan opinion building ke luar. Pembangunan jaringan keluar tentu saja tidak begitu saja terjadi namun minimal ada upaya bagaimana kita diakui, diterima dan dipercaya untuk bisa memberikan ide-ide/pemikiran kita sehingga KOPRI tidak hanya besar di rumah namun kecil di luar.



[1] DR. MANSOUR FAKIH, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, Hal 9

0 komentar:

Posting Komentar